Beranda | Artikel
Keraskah Bacaan Basmalah?
Rabu, 29 Desember 2004

KERASKAH BACAAN BASMALAH?

Pertanyaan.
Mohon dibahas tentang lafazh “bismillahirahmanirrahim” pada surat al Fatihah dan surat lainnya. Dibaca keras ataukah pelan?

Jawaban.
Para ulama berselisih pendapat tentang basmallah pada awal surat-surat di dalam al Qur`an, apakah termasuk al Qur`an dan termasuk surat itu, ataukah tidak?

Yang rajih (lebih kuat) –wallahu a’lam- bahwa basmallah pada awal semua surat di dalam al Qur`an termasuk ayat al Qur`an, karena telah ditetapkan dan ditulis di dalam mushhaf. Dan umat juga telah Ijma’, bahwa semua yang ditulis para sahabat di antara dua sampul mushhaf itu adalah al Qur`an.[1]

Dan yang rajih juga, bahwa basmalah di awal surat itu tidak termasuk bagian dari surat tersebut, termasuk surat al Fatihah. Sehingga ayat pertama dalam surat al Fatihah adalah الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ, sedangkan ayat keenam adalah صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ, dan ayat ketujuh adalahغَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَالضَّآلِّينَ . [2]

Para ulama juga berselisih, apakah imam mengeraskan basmallah ketika dalam shalat jahriyah? Dalam permasalahan ini terdapat dua pendapat.[3] Pertama, disunnahkan dibaca pelan. Ini merupakan pendapat Khulafaur Rasyidin: Abu Bakar, Umar, ‘Utsman, Ali, dan sahabat Ibnu Mas’ud, Ibnu Zubair, dan ‘Ammar Radhiyallahu anhum. Juga pendapat al Auza’i, Sufyan ats Tsauri, Ibnul Mubarak, Hanabilah dan Ash-habur Ra’yi. Ini adalah pendapat jumhur ulama. Begitu pula dengan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, beliau rahimahullah memilih pendapat ini. Kedua, disunnahkan dibaca keras. Pendapat ini masyhur sebagai pendapat Imam Syafi’i.

Yang rajih adalah pendapat pertama, karena dalil-dalilnya shahih dan tegas. Adapun pendapat kedua, sebagian dalilnya dha’if, sedangkan yang shahih tidak sharih (tegas) menunjukkan pendapat tersebut.

Berikut ini di antara dalil pendapat pertama.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ (وَعُثْمَانُ) رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا كَانُوا يَفْتَتِحُونَ الصَّلَاةَ بِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Dari Anas bin Malik, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan Umar, (dan ‘Utsman), mereka semua membuka shalat dengan الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ . [HR Bukhari, no. 743; Muslim, no. 399; tambahan “dan Utsman” pada riwayat Tirmidzi, no. 246].

Setelah meriwayatkan hadits ini, Imam Tirmidzi rahimahullah mengatakan: “Amalan ini dilakukan oleh para sahabat nabi Radhiyallahu anhum , dan para tabi’in setelah mereka. Mereka membuka bacaan dengan الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. Tetapi (Imam) Syafi’i berkata,’Makna hadits ini adalah, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar, dan ‘Utsman, mereka semua membuka bacaan (shalat) dengan membaca al Fatihah sebelum surat. Dan maknanya, bukanlah mereka tidak membaca بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. (Imam) Syafi’i berpendapat, (imam) memulai dengan بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ dan mengeraskannya, jika dia mengeraskan bacaan’.” [Sunan Tirmidzi, no. 246].

Akan tetapi, pendapat Imam Syafi’i rahimahullah ini terbantah dengan riwayat lain, yang menegaskan bahwa mereka itu benar-benar memulai bacaan dengan hamdallah, dan tidak dengan basmalah. Yaitu tambahan yang ada pada riwayat Imam Muslim:

لَا يَذْكُرُونَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فِي أَوَّلِ قِرَاءَةٍ وَلَا فِي آخِرِهَا

Dan mereka tidak menyebutkan pada awal bacaan (al Fatihah, Red), dan tidak pula pada akhir bacaan (al Fatihah, yaitu awal surat setelahnya, Red). [HR Muslim, no. 399].

Juga pada riwayat yang lain, lebih tegas lagi disebutkan :

عَنْ أَنَسٍ قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ يَقْرَأُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dari Anas bin Malik, dia berkata: “Aku shalat bersama Rasulullah n , dan bersama Abu Bakar, Umar, ‘Utsman. Aku tidak mendengar seorangpun dari mereka membacaبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ .” [HR Muslim, no. 399].

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, setelah menjelaskan masalah ini secara panjang lebar, dan memilih bahwa menurut Sunnah adalah membaca basmalah dengan pelan, beliau rahimahullah berkata: “Bersamaan dengan ini, maka yang benar (bacaan) yang tidak dikeraskan. Terkadang disyari’atkan untuk dikeraskan, karena mashlahat yang lebih kuat. Maka terkadang disyari’atkan bagi imam (mengeraskannya, Red) sebagai misal untuk pengajaran kepada makmum. Dan terkadang makmum boleh mengeraskan dengan sedikit kalimat. Seseorang juga boleh meninggalkan sesuatu yang lebih utama untuk merekatkan hati-hati (manusia) dan menyatukan kalimat, karena takut menjauhnya (manusia) dari hal yang baik”. [Majmu’ Fatawa, 22/436].

Perlu juga kita pahami, adanya perselisihan dalam masalah ini tidak boleh dibesar-besarkan, yang kemudian dapat menjadi sebab kebencian dan perpecahan umat. Wallahu a’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun X/1427/2006M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Lihat Majmu’ Fatawa Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah 22/434; Syarh Aqidah Wasithiyah, karya Syaikh Khalil Harras.
[2]. Lihat Tafsir Juz ‘Amma, karya Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin, hlm. 10-11, penjelasan tentang apakah basmalah termasuk surat al Fatihah.
[3]. Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 1/541-544, karya Abu Malik Kamal bin as Sayid Salim.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1263-keraskah-bacaan-basmalah.html